Sabtu, 09 Januari 2010

Panduan Bagi Konsumen


a.    Hak konsumen
-    Kenyamanan, Keamanan dan keselamatan.
-  Memilih serta mendapatkan barang / jasa sesuai nilai tukar, kondisi jaminan yang diperjanjikan.
-    Informasi yang benar, jelas dan jujur.
-    Pelayanan yang benar, tidak diskriminatif.
-    Mendapatkan kompensasi, ganti rugi / penggantian.

b.    Kewajban konsumen
-    Membaca petunjuk dan prosedur pemakaian barang / jasa.
-    Beritikad baik dalam bertransaksi.
-    Membayar sesuai kesepakatan.
-    Mengikuti upaya penyelesaian hukum.

c.    Pengaduan Konsumen
Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen, perlu melakukan pengaduan, guna menuntut hak  hak sebagai konsumen juga dimaksud memberikan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen. Sehingga sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
Konsumen dapat melakukan pengaduan kepada;
1.    Langsung kepada pelaku usaha.
2.    Lembaga Perlindunga Konsumen terdekat.
3.    Direktur Perlindungan Konsumen, Deperindag RI.
4.    Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
5.    Pengadilan Negeri.
d.    Tips bagi kosumen
Sebelum membeli sesuatu hendaknya konsumen harus memperhatikan hal  hal sebagai berikutn ;
1.    Membuat prioritas kebutuhan yang akan dibeli.
2.    Memilih kualitas produk yang baik.
3.    Membaca Label, Merek, Iklan, dan Standart yang ada.
4.    Bandingkan harganya produk sejenis, dengan kwalitas yang sama.
5.    Jangan lupa simpan kwitansi / bukti pembelian lain.

e.    Class action (gugatan kelompok)
Undang  undang ini mengatur gugatan kelompok (Class Action). Gugatan kelompok harus dilakukan oleh konsumen yang benar  benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satunya adalah bukti transaksi. Gugatan atas pelanggaran dapat dilakukan oleh :
a.    Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.
b.    Sekelompok konsemen yang mempunyai kepentingan yang sama.
c.    Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirakannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan Perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
D.    Pemerintah dan / atau Instansi terkait apabila barang dan / jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan / atau korban yang tidak sedikit.

Panduan Bagi Pelaku Usaha
a.    Hak Pelaku Usaha
-     Menerima pembayaran sesuai nilai tukar.
    -     Mendapat perlindungan hukum.
    -     Melakukan pembelaan diri sepatutnya.
    -     Rehabilitasi nama baik.

b.     Kewajiban Pelaku Usaha
-     Beritikad baik dalam berusaha.
-     Memberi informasi yang benar, jelas, jujur dan tidak diskriminatif.
-     Menjamin mutu barang/ jasa sesuai standart.
-     Memberi kesempatan untuk menguji, mencoba, membaca, garansi untuk  barang / jasa.
-     Memberi kompensasi dan ganti rugi.

c.    Larangan bagi Pelaku  Usaha
*     Memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan jasa yang tidak sesuai :
-     Standart.
-     Berat atau isi bersih.
-     UTTP ( Ukuran, Takaran, Timbangan, dan Peralatan lainnya)
-     Kondisi, jaminan, keistimewaan & Kemanjuran.
-     Mutu dan komposisi.
-     Janji.

*     Penawaran, Promosi atau Iklan secara tidak benar dan menyesatkan tentang :
    -     Harga atau tarif.
    -     Obral atau lelang.
    -     Undian atau hadiah.
    -     Tarif khusus.

*     Tidak cantumkan tanggal kadaluarsa.
*     Tidak pasang label.
*     Tidak cantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia.
*     Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal.
*     Pencatuman klausula baku yang merugikan konsumen.

d.    Tanggung Jawab Pelaku Usaha
*     Pemberian Ganti rugi atas kerusakan dan atau kerugian konsumen berupa :
-     Pengembalian uang.
-     Penggantian barang sejenis atau setara nilainya.
-     Perawatan kesehatan.
-     Pemberian santunan.
*     Penyediaan suku cadang.
*     Pemenuhan jaminan atau garansi.
*     Khusus importir barang atau jasa bertanggung jawab sebagai produsen atau penyediaan jasa asing
  apabila tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri / peyediaan jasa asing.
e.    Klausula baku yang dilarang
    Berdasarkan definisinya, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
    Mengingat sifat dan efisiensi proses transaksi yang secara implisit dapat diperoleh dengan penerapan klausula baku, maka pemanfaatan klausula baku merupakan hal yang umum dilakukan.
    Kenyataan ini berlaku untuk produk baik barang atau jasa yang dipasarkan di Indonesia, pemerintahpun mengakui keberadaannya dan membenarkan kegunaanya sepanjang tidak melanggar apa-apa yang diatur dalam pasal 18 ayat (1) hruf a-h yang pada intinya menyangkut hal-hal yang sebagai berikut :
1.    Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha semisal klausula baku yang menyatakan bahwa pelaku usaha tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu atas barang dan / atau jasa yang sebenarnya merupakan tanggung jawabnya.sebagai contoh pada bukti parkir tertulis “ kehilangan mobil dan perlengkapanya diluar tanggung jawab kami “ atau kata jenis yang bermaksud sama.
2.    Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang dan / atau jasa penyerahan uang sebagai contoh “ Barang yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan atau diuangkan kembali “ Hal ini tidak diperkenankan mengingat jika barang / obyek perjanjian ternyata cacat atau tidak sesuai dengan yang dijanjikan maka konsumen berhak untuk mengembalikan yang telah dibeli dan / atau meminta pengembalian uang yang telah dibayarkan.
3.    Dalam pembelian barang dengan cicilan, pelaku usaha tidak dibenarkan menyatakan dalam klausula baku mengenai :
#     Penetapan harga atau pengembalian uang yang nilainya tidak setara dengan restribusi yang telah dibayarkan oleh konsumen dalam hal apabila konsumen tidak mampu lagi melanjutkan cicilanya.
#     Penyitaan atas objek perjanjian dalam konsumen tidak mampu lagi membayar cicilan, tanpa memberikan tenggang waktu atau kesempatan pada konsumen untuk melunasinya.
4.    Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan kemacetan secara sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
    Dalam hal ini pelaku usaha tidak dibenarkan mencantumkan dalam klausula baku bahwa pelaku usaha berhak mempertanggungkan, menggadaikan, atau meminjamkan barang / objek perjanjian yang sedang diangsur / dicicil oleh konsumen.
5.    Klausula baku yang dilarang memuat pemberian hak kepada pelaku usaha untuk melakukan pemotongan atau pungutan dari harta kekayaan konsumen yang padanya dengan nilai tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
6.    Klausula baku juga tidak dibenarkan memuat aturan yang menyatakan tunduknya konsumen atas segala peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dan masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibeli.
Pada prinsipnya pasal ini tidak bermaksud membatasi penggunaan klausula baku dalam sistim perdagangan nasional, akan tetapi lebih ditujukan untuk meluruskan hal-hal yang selama ini cenderung atau bahkan mengakibatkan kerugian pihak konsumen.
Selain ini klausula baku yang sering melemahkan posisi tawar konsumen, bentuk dan tata letak klausula baku itu sendiri dikondisikan untuk sulit dibaca atau dipahami konsumen. Pencantuman klausula baku dengan huruf yang kecil dan rapat serta mengunakan bahasa yang sulit dimengerti merupakan  salah satu kiat yang sering digunakan oleh pelaku usaha.
Tata letak klausula baku yang buruk tersebut sering pula diperburuk dengan teknik pemasaran yang mendorong konsumen untuk sesegera mungkin mengambil keputusan. Kondisi ini tidak memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan penelitian guna memahaminya, juga memberikan tekanan psikologis sehingga mempengaruhi rasionalitas konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli.
Oleh karena itu tata letak dan penggunaan bahasa dalam klausula baku yang sulit dilihat, dibaca dan dipahami tidak dibenarkan ( pasal 18 ayat 2 ).

0 komentar: